Persatuan Dayak Linoh Menyampaikan Agar DPRD Menyelesaikan Masalah Sesuai Dengan Tuntutan
SINTANG, - Ketua LBH Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Jelani Christo, berharap masalah-masalah di masyarakat terkait Julong Gruop bisa diselesaikan secepatnya, sesuai dengan 17 tuntutan yang sudah disampaikan. Kemudian, perusahaan harus memanusiakan manusia karena yang selama ini terjadi banyak yang digaji tidak layak.
“Ada kerja borongan yang per harinya hanya dapat Rp 3.000. Itu nggak masuk akal. Lalu pembagian plasma per 3 bulan hanya Rp 53 ribu. Artinya, hanya Rp 17 ribu per bulan. Apakah mungkin dengan lahan yang diserahkan sekitar 1-2 hektare hanya mendapatkan 6 kilogram, kan tidak masuk akal,” ungkapnya.
Belum lagi adanya lahan masyarakat yang diserobot tanpa ganti rugi. Saat kunjungan di lapangan, ada fakta bahwa lahan yang sudah bersertifikat diambil. “Ini jelas tidak boleh dan pemerintah tidak boleh membiarkan. Jangan hanya memberikan izin namun tidak bisa menyelesaikan masalah,” ucapnya.
“Saat ini, kami masih memercayakan DPRD menyelesaikan masalah ini. Kalau dewan tidak bertindak sesuai tuntutan atau kemauan masyarakat, MADN bersama masyarakat atau tokoh adat akan mengambil tindakan,” timpalnya.
Ketua LMB MADN Jelani Christo, Sekjen Ampelas Borneo Yohanes Agus dan Hermansyah dari Persatuan Dayak Linoh.
Hermansyah, dari Persatuan Dayak Linoh menyampaikan harapannya agar DPRD menyelesaikan masalah sesuai dengan tuntutan yang sudah disampaikan. “Bila tidak ada tindaklanjut, kami akan melakukan pemagaran secara adat. Kami juga kecewa perusahaan tidak hadir saat kunjungan dewan ke lapangan,” ucapnya.
Keluhan Masyarakat
Salah satu lahan yang ditinjau saat kunjungan lapangan DPRD Sintang, Ampelas Borneo dan LBH MADN, adalah milik Yayasan Cahaya di Desa Sungai Ukoi Kecamatan Sungai Tebelian. Menurut Pendeta Karnudin, lahan Yayasan Cahaya yang sudah ditanami sawit oleh perusahaan jumlahnya belasan hektare.
“Padahal, kita tidak pernah menyerahkan lahan ke perusahaan. Kita juga punya sertifikat hak milik. Kita pernah minta pada perusahaan agar lahan tidak ditanami sawit. Dan sawit yang sudah ditanam agar dicabut. Namun perusahaan jalan terus, bahkan sampai panen. Kami juga minta pihak perusahaan mengembalikan lahan yang sudah digarap ke Yayasan Cahaya,” ucapnya.
Meradi, warga Sungai Ukoi, Kecamatan Sungai Tebelian, juga mengaku tanah dirinya dan keluarga sekitar 15 hektare diserobot oleh pihak perusahaan.
“Saya ndak pernah menyerahkan lahan, tiba-tiba perusahaan main tanam saja. Saya tidak bisa bikin sertifikat karena masuk HGU. Padahal PBB bayar terus,” ungkapnya.
Selain soal dugaan penyerobotan lahan, warga juga mengeluhkan kurangnya perhatian perusahaan pada karyawan yang sakit parah atas nama Iskandar. Ia merupakan warga Desa Gurung Kempadik, Kecamatan Sungai Tebelian, yang bekerja di perusahaan.