Wakil Ketua II DPRD Sintang Katakan, Kita Kelapangan Untuk Menindak Lanjuti Aspirasi Masyarakat
SINTANG, - Wakil Ketua DPRD Sintang, Heri Jambri, mengatakan kunjungan ke lapangan dilakukan untuk menindaklanjuti aspirasi masyarakat yang disampaikan ke DPRD beberapa waktu lalu. Masyarakat yang tergabung dalam aliansi petani plasma melaporkan ke DPRD berbagai permasalahan terkait investasi perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Sintang. 23/03/22
“Dan hari ini sudah kita laksanakan kunjungan ke lapangan. Kita ingin melihat apa sih persoalan yang ada sesuai laporan masyarakat. Setelah ini kita akan lakukan rapat kerja dengan instansi terkait, masyarakat serta pihak perusahaan,” ucapnya.
Apabila persoalan yang ada sangat membutuhkan hal-hal teknis, kata politisi Partai Hanura ini, maka DPRD Sintang akan membentuk Pansus yang bekerja lebih secara profesional.
Heri menyatakan, berdasarkan beberapa penyampaian masyarakat, ada beberapa hal yang perlu diluruskan. Seperti terkait plasma maupun HGU. Ada beberapa HGU yang diterbitkan tapi masyarakat tidak menyerahkan tanah.
“Kemudian mengenai pabrik, sampai hari ini mereka belum membuang limbah. Ketika kita cek ke lapangan dan bertanya dengan ahlinya di pabrik, limbah ini dimanfaatkan ulang oleh perusahaan. Mereka akan membuang limbah akhir setelah ada persetujuan dari masyarakat,” ucapnya.
Sementara itu, GM Humas Julong Sintang, Heri Sugianto, ketika dikonfirmasi wartawan terkait tuntutan petani plasma dan kunjungan DPRD Sintang ke lapangan, yang bersangkutan enggan berkomentar.
Ketua LBH Majelis Adat Dayak Nasional (MADN), Jelani Christo, menambahkan bahwa, 17 tuntutan aliansi ke Julong Group bukan karangan bebas, tapi fakta di lapangan.
“Jadi sudah jelas, banyak pelanggaran yang dilakukan perusahaan yang tak bisa biarkan. Kami akan mengawal ini sampai Julong Group dipansuskan. Supaya diketahui jelas apakah DPRD sudah serius bekerja atau tidak setelah melihat fakta di lapangan dan laporan masyarakat,” tegasnya.
Jelani kemudian mengungkap fakta miris mengenai pembagian yang diterima oleh petani plasma. Mereka hanya menerima Rp 52 ribu per tiga bulan. Artinya, petani plasma hanya mendapatkan sekitar Rp 17 ribu per bulan.
“Logikanya, masuk akal atau tidak jika lahan 1,5-2 hektar hanya mendapatkan 6 kilogram buah sawit. Kan ngak masuk akal. Inilah yang terjadi sudah sudah dibiarkan lama,” ucapnya.